Bengkulu Utara TR.ID – sepertinya keberadaan tambak udang di kabupaten Bengkulu Utara bak jamur tumbuh di musim hujan, Semakin menjamur beberapa tambak bahkan telah ada yang berdiri dan sudah beroperasi. Beberapa Media beberapa hari yang lalu sempat memantau langsung ke lokasi Tambak dan mendapati sekitar 60 petak kolam tambak di desa Kota Agung kecamatan Air Besi Bengkulu Utara.
Menjamurnya tambak udang ini mulai menjadi tanda tanya kita semua terkait perizinannya. Padahal amanat dari Perpres Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Kawasan Sempadan Pantai, tegas menyatakan bahwa sempadan pantai harus sejauh 100 meter dari ombak tertinggi ke daratan. Namun, sekelas regulasi Presiden sekalipun sepertinya mandul diterapkan ke penambak-penambak baru tersebut. Mereka terkesan dibiarkan dan ada yang melindungi dari balik layar terkesan nya.
Semakin hari budidaya semakin sulit, Ungkapan ini nampaknya cukup familiar di kalangan petambak udang di provinsi bengkulu, khususnya Bengkulu Utara atau bahkan mungkin juga terjadi di provinsi lain pusat penghasil udang Berbagai tantangan terus menguji dunia budidaya udang mulai dari penyakit, efisiensi pakan, cuaca tidak menentu, fluktuasi harga udang, hingga kondisi alam yang sudah tidak lagi mendukung,
Tetapi benarkah alam yang sudah tidak mendukung budidaya? Atau justru alam sudah terbebani dengan aktivitas manusia, termasuk aktivitas budidaya?Alam dan manusia sudah selayaknya berjalan beriringan Manusia membutuhkan jasa alam dalam menyediakan sumber daya sebagai sumber kehidupan.
Tetapi yang terjadi saat ini, keseimbangan alam telah bergeser karena jenuh oleh hasil samping aktivitas manusia, Dalam hal aktivitas budidaya, hasil samping (limbah) belum mendapat perhatian yang cukup dari kebanyakan petambak di provinsi Bengkulu khususnya Bengkulu Utara.
Para pengusaha tambak udang masih pikir-pikir untuk membangun instalasi manajemen limbah terutama terkait modal dan keterbatasan lahan, seperti tambak udang yang ada di desa Kota Agung kecamatan Air Besi, dilihat untuk pembuangan limbahnya sangat memprihatinkan sekali, dibuang disaluran yang langsung ke sungai Air Besi yang menjadi aktivitas masyarakat sehari hari untuk mandi, Selain itu juga kurangnya pengetahuan untuk menerapkan manajemen limbah yang memberikan perubahan pada efektivitas budidaya.
Petambak lebih memilih langkah praktis dengan langsung membuang air sisa budidaya langsung ke laut atau sungai. Padahal di dalamnya terkandung banyak sekali senyawa organik yang menjadi pekerjaan rumah bagi alam untuk mendaurnya.
Ada sekitar lebih kurang 60 petak tambak udang di lahan kawasan pantai desa Kota Agung disinyalir melanggar sempadan pantai. Sebab, tambak udang itu berjarak hanya beberapa meter dari bibir pantai. Berdasarkan informasi perusahaan tersebut adalah PT Maju Tambak Sumur (MTS) dari Lampung, merupakan Take Over dari Tambak sebelum nya.
Heru selaku kepala Budi daya Tambak Udang PT MTS ketika di konfirmasi beberapa Media di lokasi tambak, Menjelaskan ada pun jenis udangnya jenis udang putih, yang di budidayakan, dan hasil nya untuk di ekspor
“Kami di sini 2018 dan Take Over dari PT tambak udang sebelum nya, kalau masalah izin kami Jelas, tapi tidak bisa kami tunjukkan di sini,” jelasnya
Menurut warga kota Agung yg tidak mau disebutkan namanya. disekitar lokasi mengatakan Dia mengakui, lokasi kolam tambak memang dekat bibir pantai karena hanya berjarak beberapa meter saja dari bibir laut, dan pembuangan limbah nya langsung ke sungai Air Besi, jelas warga
Lanjut Warga menjelaskan, tambak tersebut mestinya menjaga lingkungan dengan melakukan penghijauan di sekitar kolam, namun yang terjadi terkesan merusak penghijauan disekitar pantai tersebut, seperti kita ketahui Semua yang namanya sempadan pantai ditetapkan berjarak 100 meter dari titik pasang tertinggi.
“Soal sempadan pantai tidak boleh diotak-atik, tidak boleh dimanfaatkan, harus dihijaukan menjadi buffer penyangga pantai pelanggaran sempadan pantai bisa berakibat rusaknya lingkungan, Sempadan pantai semestinya menjadi kawasan penahan bila terjadi bencana air pasang maupun tsunami. Bila kawasan itu rusak maka tidak akan ada lagi penahan bila terjadi air pasang ataupun tsunami,” pungkas warga (***)
Editor : Redaksi